Tulisan ini akan dimulai dengan kalimat “Jika ada keajaiban di planet ini, maka ia terkandung di dalam air”. Kutipan kalimat mutiara dari antropolog Amerika Loran Eisely dapat mewakili definisi Sumber Daya alam (SDA) yang sangat dibutuhkan oleh manusia yaitu air. Air telah menjadi kebutuhan dasar manusia, dimana ada air maka disanalah ada harapan dan kehidupan, tidak hanya untuk kita sebagai manusia, tetapi juga untuk hewan dan tumbuhan. Apa jadinya bila bumi ini kehabisan air?
Air merupakan komponen utama penyusun tanah. Tanpa air, maka kehidupan tidak akan berjalan dengan baik. Di dalam tubuh semua makhluk hiduppun 90% tersusun atas air. Saat tubuh makhluk hidup kekurangan air, maka proses kehidupan makhluk hidup tersebut akan terganggu, penjelasan yang menegaskan betapa pentingnya peran dan manfaat air bagi makhuk hidup yang ada di bumi, sesuatu hal yang bisa di nalar bukan? Sepertinya tidak perlu aku jelaskan lebih panjang lagi, karena dalam kehidupan sehari-hari kita bergantung pada air, selain udara tentunya.
Namun terkadang air juga menjadi malapetaka. Kesenjangan sediaan air dengan jumlah air yang kita butuhkan akan mengakibatkan kekurangan air hingga akhirnya berujung pada kekeringan, musim kemarau panjanglah yang menyebabkan bencana ini terjadi. Namun curah hujan yang tinggi saat musim penghujan juga menjadi ancaman, karena menyebabkan berbagai bencana yaitu banjir, tanah longsor hingga tsunami. Maka pantaslah kiranya, jika kita menggalaukarena alam, namun setelah direnungkan ulang, alam tidak sepenuhnya salah karena beberapa bencana tersebut sebagian besar akibat ulah manusia sendiri. Menebang pohon secara liar, merusak lingkungan, dan membuang sampah sembarangan adalah hal buruk yang sering kita lakukan. Menjadi dilemma bagi semesta sebab faktanya kekurangan air membuat kita menderita, kelebihan air menjadikan kita nestapa. Sesuatu yang terlalu memang tidak baik. Sebenarnya maunya apa? *Eh
Jika kita tidak bisa melakukan upaya waspada dan jaga-jaga sebagaimana peribahasa Sedia Payung Sebelum Hujan karena terkadang Nasi Telah Menjadi Buburmaka satu-satunya cara yang bisa kita lakukan adalah bagaimana caranya mengubah bubur tersebut menjadi lebih enak, mungkin membumbuinya dengan rempah favorit kita. Seperti itu pula upaya penanggulangan bencana yang bisa kita lakukan. Mencegah lebih baik dari mengobati bukan? Mencegahnya dengan cara apa? Belajar dari pengalaman yang kita miliki dan Siapkan Strategi :
Air yang menyebabkan banjir (Dok.Pribadi) |
Murka alam memang tidak dapat kita duga kapan datangnya, hanya saja kita bisa mengurangi dampaknya dengan mengetahui risikonya. #KenaliBahayanya #KurangiRisikonya #BudayaSadarBencana #SiapUntukSelamat jelas bukan kalimat dalam tanda pagar yang tanpa alasan. Kita memang wajib memahami karakteristik bencana yang mungkin timbul di sekitar kita. Menggunakan teori kemungkinan seperti yang selalu aku lakukan, Jika rumah kita jauh dari gunung berapi, tentu bencana yang harus kita waspadai dan dijadikan prioritas bukan letusan gunung berapi, meskipun kadang kemungkinan yang kita perkirakantidak berbanding lurus dengan kenyataan. Untuk akurasi yang lebih tinggi jangan lupa update informasi BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) .
Saat masih tinggal di Kota Malang, aku dan teman-temanku tidak dapat keluar rumah selama lebih dari seminggu akibat abu vulkanik letusan Gunung Kelud pada Februari 2014, padahal jika dikaji dari letak geografis lumayan jauh dari lokasi bencana. Tetapi setidaknya sudah membuat skala prioritas mengenai kemungkinan terburuk yang terjadi di sekitar kita, Kenali Bahayanya lalu Kurangi Risikonyautamanya bencana yang datangnya bisa dari faktor alam dan sosial (kerusuhuan, perang, dan peristiwa politik). Upaya tersebut menjadi bentuk Budaya Sadar Bencana dan membuat kita Siap Untuk Selamat dari hal-hal buruk yang mungkin terjadi.
Mengenal lebih dekat dengan si ‘musuh setia’ maka jika kalian berpikir banjir hanya melanda daerah perkotaan yang padat penduduk seperti kota-kota besar Jakarta, Semarang, dan sejenisnya. Sudah kupastikan mindset kalian salah besar. Bencana banjir (re:aliran air dalam jumlah berlebih hingga merendam daratan) juga terjadi di daerah pedesaan tempatku tinggal. Yups! Benar sekali, karena apa? Desa tempatku tinggal dikelilingi oleh sungai Bengawan Solo, saat curah hujang sangat tinggi rumah-rumah yang dekat dengan Nggawan (re:sebutan bengawan bagi masyarakat di sekitarku) akan terendam air.
Desaku menjadi langganan banjir setiap musim hujan tiba. Jika kalian pernah mendengar berita banjir dalam skala besar akibat luapan sungai Bengawan Solo pada tahun 2006, maka desa Mlale adalah salah satunya. Setiap musim penghujan memang sering terjadi banjir, namun pada belasan tahun silam menjadi banjir paling dahsyat yang pernah terjadi, karena saat pergi ke sekolah harus menyebrangi jembatan menggunakan perahu. Tidak sampai merendam rumahku, karena berada di lokasi yang agak tinggi. Namun cukup menenggelamkan sekolah, masjid, dan beberapa rumah penduduk yang ada di desa Mlale. Jika rumah kalian berada jauh dari sungai Bengawan Solo, bolehlah bersyukur dalam hati “Untungnya, ndilalahnya rumahku jauh dari Bengawan Solo ya”. Silahkan, tetapi Topan dan Tornado mungkin saja ingin mengejar kalian. Hehe.
Banjir di Wilayah Kab, Sragen (Dok. Pribadi 2016) |
Bengawan Solo dalam kondisi normal (Dok. Pribadi 2019)
Debit air bengawan naik sedangkan daerah yang ada disekitarnya minim resapan juga sering mengakibatkan banjir. Teman-temanku di Malang sering berujar bahwa untuk membuang sial harus mandi di Bengawan Solo. Tapi bagaimana jadinya bila Bengawan Solo meluap seperti ini? Masihkah ingin membuang sial? Memanen sial iya, hehehe.
Banjir di Nusukan Surakarta (Dok.Pribadi 2019)
Kota Surakarta Berseri juga tidak luput dari bencana banjir. Ini adalah keadaan saat curah hujan sangat tinggi hingga menggenangi jalan provinsi, jalan yang menghubungkan Surakarta-Karanganyar-Sragen menuju Purwodadi. Jalur lalu lintas utama yang cukup padat namun saat musim hujan terendam air. Seperti inilah jalan yang harus aku lalui ketika pulang kuliah dari Solo saat musih hujan. Dimana-mana banjir mengikuti, dikiranya aku ini markas perbanjiran apa?* Mengeluh tentu bukan jalan keluar, sambat juga bukan solusi.
Banjir yang menghambat lalu lintas jalan provinsi (Dok.Pribadi 2019)
Sejauh pengamatan yang dilakukan, pihak pemerintah sudah berupaya untuk menanggulangi dan mencegah bencana. BBWS Bengawan Solo sampai saat ini telah mengembangkan beberapa proyek infrastrukstur, salah satunya adalah proyek Bendung Karet Tirtonadi yang merupakan bagian dari proyek normalisasi sungai.
Proyek ini sekaligus sebagai proyek pengendalian banjir. Tidak hanya untuk menampung air sebagai pencegah banjir dengan multifungsinya Bendungan ini juga menjadi pengendali bencana kekeringan dengan daya tampung airnya yang sangat besar.
Proyek ini sekaligus sebagai proyek pengendalian banjir. Tidak hanya untuk menampung air sebagai pencegah banjir dengan multifungsinya Bendungan ini juga menjadi pengendali bencana kekeringan dengan daya tampung airnya yang sangat besar.
Bendung Karet Tirtonadi sebagai pengandali banjir (Dok. Pribadi 2019)
Minimal cara-cara ini sudah kita lakukan untuk mencegah banjir:
TINDAKAN PRA BENCANA
TINDAKAN PRA BENCANA
1. Tidak Menebang Pohon Sembarangan
Sejalan dengan cara diatas, maka reboisasiatau penanaman hutan kembali adalah cara yang bisa dilakukan dalam upaya mencegah banjir. Jika kalian masih bertanya “Apa sih korelasinya antara pohon dan banjir?”
Reboisasi harus dlakukan setelah penebangan (Dok. Pribadi 2019) |
Baiklah generasi Tangguh Indonesia, meskipun ini pelajaran zaman purbakala karena sudah kita pelajari saat masih kecil, namun perlu aku ingatkan kembali. Guys.. akar-akar pohon yang kita tanam akan menyerap dan mengunci air di dalamnya, Nah,, saat hujan turun air yang ada di permukaan terserap ke dalam tanah. Semakin banyak pohon yang kita tanam semakin baik untuk mencegah banjir. Apakah kalian masih sedih karena air lari ke pohoh semua? Tenang! Jangan khawatir, air-air yang tersimpan di dalam akar pohon masih bisa memberikan cadangan ketika musim kemarau tiba.
Himbauan Untuk Menanam Pohon (Dok.Pribadi 2019)
2. Tidak Membuang Sampah di Sungai, Selokan, dan Aliran Air.
Himbuan untuk tidak membuang sampah sembarangan (Dok. Pribadi)
Ini adalah cara yang dilakukan oleh masyarakat di tempat tinggal kami dalam rangka memperlancar saluran air, logikanya air tidak akan menggenangi bangunan dan daratan jika alirannya lancar menuju ke muara.
3. Tidak Mendirikan Bangunan di Tempat Rawan Banjir Ini menjadi cara yang lugas dan tidak terkesan basa-basi (re: karena basa-basi jelas bukan strategi untuk menanggulangi bencana). Straight to the point, hanya saja, praktek dunia nyata tidak semudah teori yang kita kemukakan.
Tetapi bila semua upaya tersebut sudah dilakukan namun banjir tetap terjadi, maka tindakan penanggulangan yang harus kita lakukan saat kejadian adalah:
1. Segera Sebarkan Informasi Agar Bantuan Cepat Datang
Sebarkan Info ke Sosial Media
Maka Ahsiyap dari berbagai formasi biasanya segera menghampiri, karena Indonesia sudah memiliki jiwa ketangguhan yang patut diacungi jempol. Dalam syarat dan ketentuan ya, jangan menyebarkan hoax apalagi nge-prank karena ini urusan bencana bukan Atta Halilintar.
2. Mengungsi ke Tempat yang Lebih Aman
Hal yang perlu diperhatikan ketika mengungsi adalah keselamatan kita terlebih dahulu, terkadang orang-orang yang aku jumpai lebih mementingkan harta benda mereka, dalam kondisi darurat tidak segera ikut rombongan tim Save And Resque (SAR). Kita memang harus menyelamatkan harta kita, utamakan hewan peliharaan terlebih dahulu karena mereka adalah makhluk hidup yang sama-sama butuh bantuan. Hewan ternak seperti kambing, sapi, kuda, kerbau, dan ayam menjadi prioritas kedua setelah manusia. Pastikan mengungsi ke tempat pengungsian yang lebih aman, kalau masih sempat menyelamatkan dokumen penting yang kita miliki tidak apa-apa tetapi kalau tidak sempat jangan menantang bahaya. Ini adalah poin penting yang lakukan dalam keadaan darurat saat terjadi bencana.
TINDAKAN PASCA BENCANA:
Yang sering kita lakukan adalah membersihkan tempat kejadian bencana banjir (rumah dan tempat ibadah) serta memperbaiki sarana dan prasarana yang rusak akibat banjir juga perlu dilakukan.
Merasakan banyak kerugian setelah bencana itu hal yang pasti. Tetapi tidak boleh diratapi terus-menerus. Kita harus melakukan evaluasi terhadap diri kita sendiri, menyikapi bencana sebagai ujian, peringatan atau teguran dari yang Maha Kuasa.Jangan membenci bencana alam, karena alam berulah atas kehendakNya dengan berbagai maksud.
Pasca bencana terjadi kita bisa mengambil pelajaran baik atas bencana yang menimpa kita, hikmah apa yang bisa kita petik dari setiap kejadian. Bukan bermaksud untuk menggurui tetapi belajar bijak dalam setiap keadaan adalah wajib terutama bagi kita generasi muda, generasi milenial yang tengah dipersiapkan untuk menjadi generasi Tangguh, bukan generasi Galauan yang cengeng menghadapi sesuatu.
Barangkali kisahku dan teman-temanku dalam menghadapi bencana banjir dapat menginspirasi kalian semua.Tidak selamanya bencana membawa duka, bahkan mungkin…
Dalam keadaan sulit tersebut terselip cerita yang membawa berkah dalam hidup kita. Seperti temanku yang bernama Ndaru, kita tergabung dalam komunitas awardee salah satu beasiswa negeri ini, selain itu kita dan teman-teman lainnya juga dituntut aktif dalam setiap kegiatan yang berkontribusi untuk negara.
Jika aku dan teman lainnya harus banting tulang untuk memecahkan setiap masalah (tidak terkecuali banjir) sesuai dengan bidang keahlian masing-masing, maka cukup dengan bermain hape saat banjir melanda, temanku Ndaru langsung mendapat anugerah dengan dinobatkannya sebagai “Bidadari Banjir” atas peristiwa banjir di daerah asalnya Pasuruan.
Bening dalam Keruh Ndaru Saat Banjir (Credit: Surya.co.id) |
Terdengar konyol memang, tapi ini adalah fakta. Banjir yang melanda kotanya diiringi dengan banjirnya tawaran endorse, iklan, promosi, dan peningkatan follower di akun sosial medianya. Ibarat kata kumpulan putri Disneyland, maka ketika temanku lainnya harus melakukan penelitian pasca banjir dengan menjadi Belle dan bertemu Pangeran Buruk Rupa (temennya Lutung Kasarung) maka Ndaru yang fokus dalam jurusan Kimia cukup jadi Aurora, tinggal tidur saja langsung hidup bahagia. Malahan ada yang bilang ‘rela kelelep tiga meter asal bareng ning cantik‘. Hmm, kalau yang ini sepertinya jangan, ini juga salah satu virus alay generasi kita. Tegar menghadapi bencana tidak lantas diartikan seperti itu juga.
Ndaru Bidadari Banjir Pasuruan (Credit: Surya.co.id) |
Sedangkan aku dari kalangan akademisi ekonomi, sesuai background-ku Akuntansi harus memutar otak untuk menemukan jalan keluar, apakah pasca bencana banjir dapat membawa pengaruh positif jika dilihat dari sisi ekonomi bagi masyarakat? Jadilah Upik Abu yang harus mengepel dan membersihakan bledu (lumpur), tapi sayangnya bencana banjir bukan drama Cinderella dimana sang pangeran tiba-tiba menghampiriku untuk mencoba sepatu kaca. Kadang aku berpikir ingin menjadi Ndaru, tetapi kalau aku yang duduk-duduk dibawah pohon saat banjir melanda, sepertinya bukan viral jadi Bidadari Banjir, tetapi..
Apa? Dugong? Jangan! Itu sanjungan yang terlalu lembut. Hehe. Poin pentingnya adalah selalu terselip hikmah baik atas setiap peristiwa yang melintasi hidup kita. Sekalipun kadang, hal tersebut sangat menyebalkan.
Sebagai anak Sosial yang paling Sains maka memberikan pengarahan dan penyuluhan kepada masyarakat setelah bencana menjadi tugas kita. Ini adalah solusi alternatif sekaligus gagasan tertulis yang harus dicetuskan oleh para generasi Tangguh. Dari setiap bidang keahlian masing-masing mencurahkan ide kreatifnya bagi kemajuan bangsa. Ilmu Sains, Sosial, Teknologi maupun Ilmu Pengetahuan lainnya. Harapannya kembali pada filosofi mencegah lebih baik daripada mengobati.
Sosialisasi di Kab. Malang (Dok. Pribadi) |
Menelaah statement yang dikemukakan oleh dosen saya di Maksi UNS yang merujuk pada penelitian terbaru mengenai gender (lebih ke genre bukan tentang jenis kelamin) maka Indonesia bergender feminine. (W. Widarjo, 2019). Padahal jika melihat dari sejarah Indonesia mempunyai karakter sangat cool, gentle, masukulin, heroik terbukti dengan banyaknya pahlawan-pahlawan yang lahir dalam memperjuangkan kemerdekaan. Lantas mengapa kini justru menampakkan sisi femininnya?
Barangkali sisi gentle-nya luntur akibat sikap kalian yang malas-malasan saat terjadi bencana, bukannya terjun ke lapangan untuk memberikan bantuan tetapi justru update status belum bisa move on dari mantan. So, mulai saat ini bersiaplah jadi generasi Tangguh. Ubah cara pikir kalian, jika bukan kita siapa lagi? Jika tidak dimulai dari sekarang kapan lagi? Ini tentang menjaga alam, tempat kita tumbuh, besar, dan berkembang biak. Jika alam sudah sedemikian rusaknya, lalu dimana akan menempatkan anak cucu kalian? Mars dan Venus sudah di booking oleh para alien, sementara untuk sampai ke bintang kalian harus menempuh waktu kurang lebih 4,5 tahun cahaya, tinggal menghitung saja (9, 46 triliun KM x 4,5). Itupun masih dalam kelompok bintang terdekat yaitu Proxima Centauri. Sadarlah generasi Tangguh Indonesia!
Banyakanya upaya penanggulangan bencana tidak bisa diukur dengan teori karena harus praktek dan terjun ke lapangan, namun dengan membaca dan mempelajari karakteristik serta mengenali bahaya dan risikonya kita bisa mengurangi dampaknya. Tetapi bukan berarti kalian harus sering-sering dilanda banjir juga lho. Siapa sih yang ingin tertimpa bencana? Satupun tidak ada. Semua karena pengetahuan, bahkan jika kita sudah belajar dari pengalaman Tsunami Aceh pada tahun 2004 silam, maka penyebab utama banyaknya korban adalah ketidaktahuanmasyarakat kita akan bencana yang terjadi, memang korban jiwa tidak bisa dihindari tetapi ‘seandainya’ pada saat itu kita sudah memiliki pengetahuan dan pengalaman mungkin korbannya tidak akan sebanyak itu.
Banyakanya upaya penanggulangan bencana tidak bisa diukur dengan teori karena harus praktek dan terjun ke lapangan, namun dengan membaca dan mempelajari karakteristik serta mengenali bahaya dan risikonya kita bisa mengurangi dampaknya. Tetapi bukan berarti kalian harus sering-sering dilanda banjir juga lho. Siapa sih yang ingin tertimpa bencana? Satupun tidak ada. Semua karena pengetahuan, bahkan jika kita sudah belajar dari pengalaman Tsunami Aceh pada tahun 2004 silam, maka penyebab utama banyaknya korban adalah ketidaktahuanmasyarakat kita akan bencana yang terjadi, memang korban jiwa tidak bisa dihindari tetapi ‘seandainya’ pada saat itu kita sudah memiliki pengetahuan dan pengalaman mungkin korbannya tidak akan sebanyak itu.
Tetapi untuk apa berandai-andai? Mengucapkan kata seandainyaberarti melakukan penyesalan. Yang lalu biarlah berlalu, belajar dari semua itu kita siap menjadi generasi tangguh, Kita Jaga Alam maka Alam Jaga Kita karena sejatinya menjadi tangguh bukan sekedar teriak lewat kata-kata tetapi juga tindakan. Tanpa itu tiada artinya.
Banjir masih air ya? Akankah sama jadinya bila banjir adalah tentang uang? Jawaban ada di hati kalian masing-masing. Salam tangguh!